
SUKOHARJO, JAWAPOST.NET – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri mengungkap praktik pengoplosan gas LPG 3 kilogram bersubsidi menjadi gas non-subsidi di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Tiga orang tersangka ditangkap dalam operasi ini, dengan nilai kerugian negara diperkirakan mencapai Rp.5,4 miliar dari total perputaran uang sekitar Rp.9 miliar.
Pengungkapan kasus tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.SIDIK/696/XI/RES.5.5./2025/TIPIDTER tertanggal 1 November 2025. Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol Moh. Irhamni hadir langsung di Mapolres Sukoharjo saat konferensi pers pada Minggu (2/11/2025) sore.
Kasus bermula dari laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan di sebuah gudang di Jalan Solo–Gawok, Desa Waru, Kecamatan Baki, Sukoharjo. Setelah dilakukan penyelidikan pada Rabu (29/10), tim menemukan kendaraan pick up yang keluar-masuk membawa tabung gas 3 kilogram bersubsidi. Pemeriksaan di lokasi mengungkap kegiatan ilegal berupa pemindahan isi gas 3 kilogram ke tabung 5,5 kilogram, 12 kilogram, dan 50 kilogram.
“Laporan masyarakat kami tindaklanjuti karena kegiatan tersebut berpotensi menyebabkan kelangkaan LPG 3 kilogram bersubsidi di wilayah tersebut,” kata Brigjen Pol Irhamni.

Penindakan dilakukan pada Jumat (31/10) sekitar pukul 16.00 WIB. Modus para pelaku cukup terorganisir, yakni mengumpulkan tabung gas 3 kilogram untuk disuntikkan ke tabung non-subsidi menggunakan selang regulator modifikasi. Proses ini dibantu dengan es batu yang diletakkan di atas tabung non-subsidi agar proses pendinginan dan pemindahan gas berjalan lebih cepat.
Untuk satu tabung 50 kilogram, pelaku membutuhkan sekitar 16 tabung 3 kilogram dengan waktu pengisian tiga jam. Sedangkan satu tabung 12 kilogram diisi dari empat tabung 3 kilogram selama sekitar satu jam. Gas hasil oplosan kemudian dijual ke konsumen besar seperti rumah makan, restoran, dan peternakan ayam di wilayah Jawa Tengah, dengan keuntungan besar dari selisih harga gas bersubsidi dan non-subsidi.
Tiga tersangka yang diamankan masing-masing berinisial R, T, dan A. R berperan sebagai koordinator lapangan dan pengatur kegiatan, T mengelola bahan baku serta pencatatan keuangan, sementara A berperan sebagai eksekutor atau “dokter” penyuntikan gas. Dari hasil pemeriksaan, R mengaku dikendalikan oleh seseorang berinisial M yang merupakan pemodal sekaligus pemilik gudang. Aktivitas ilegal ini diketahui telah berlangsung selama sekitar satu tahun, dengan penggunaan mencapai 1.000 tabung 3 kilogram per hari.
Barang bukti yang diamankan antara lain 1.697 tabung gas 3 kilogram, 307 tabung gas 12 kilogram, 91 tabung gas 5,5 kilogram, 14 tabung gas 50 kilogram, 50 selang regulator modifikasi, segel palsu, dan lima unit mobil pick up berbagai merek.

Para tersangka dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah, Taufiq Kurniawan, mengapresiasi langkah cepat kepolisian.
“Kasus seperti ini jelas merugikan negara dan masyarakat. Kami mendukung penuh proses hukum serta mengimbau agar masyarakat berhati-hati terhadap segel palsu. Segel resmi bila dipindai akan menampilkan informasi produk, jika tidak, berarti palsu,” ujarnya.
Taufiq menambahkan, kasus pengoplosan gas ini merupakan yang kedua di wilayah Jawa Tengah dan DIY sepanjang tahun 2025, sehingga diperlukan pengawasan lebih ketat terhadap distribusi LPG bersubsidi.
Reporter : SP.
