
PSSI, Timnas, dan Harapan Baru
JAWA POST – Dalam satu dekade terakhir, sepak bola Indonesia telah menjadi cermin dari berbagai dinamika sosial dan budaya. Bukan hanya sekadar permainan 11 lawan 11, tetapi sebuah panggung besar di mana harapan, kekecewaan, dan semangat nasionalisme bertemu. Di balik sorotan media dan gemuruh suporter, terdapat cerita panjang perjuangan dan transformasi.
Ketika Erick Thohir resmi menjabat sebagai Ketua Umum PSSI pada 2023, banyak pihak berharap perubahan besar akan terjadi. Janji reformasi total mulai terasa dampaknya ketika timnas Indonesia menunjukkan konsistensi performa di berbagai level usia.
Pencapaian Timnas: Lebih dari Sekadar Kemenangan
Pada tahun 2024, Timnas Indonesia U-23 mencatat sejarah dengan menembus babak semifinal AFC U-23, sebuah prestasi yang sebelumnya tak terbayangkan. Meski akhirnya harus puas di posisi keempat, prestasi ini menjadi sinyal bahwa fondasi timnas mulai membaik.
Pelatih Shin Tae-yong, dengan tangan dinginnya, berhasil membentuk karakter pemain yang disiplin dan tak mudah menyerah. Ia bukan hanya membenahi teknik bermain, tetapi juga membangun mentalitas juara—sesuatu yang selama ini kerap hilang dari skuad Garuda.
Liga Indonesia: Antara Potensi dan Masalah Klasik
Meski timnas menunjukkan perkembangan, situasi liga domestik masih jadi pekerjaan rumah besar. Liga 1 Indonesia memang sudah jauh lebih profesional dibanding satu dekade lalu. Namun, isu klasik seperti:
-
Keterlambatan gaji pemain
-
Manajemen klub yang kurang transparan
-
Wasit yang belum sepenuhnya bebas dari tekanan
…masih menjadi sorotan.
Beberapa klub seperti Persib Bandung, Bali United, dan Borneo FC mencoba tampil sebagai contoh manajemen modern. Mereka mengembangkan bisnis klub, membangun akademi, dan menjalin kerja sama dengan sponsor besar.
Namun belum semua klub berada di jalur yang sama. Ketimpangan kualitas dan manajemen membuat kompetisi tak selalu berjalan mulus.
Suporter: Aset Sekaligus Tantangan
Indonesia dikenal sebagai negara dengan basis suporter sepak bola paling militan dan kreatif. Bobotoh, Bonek, Aremania, Jakmania—semua punya cerita dan sejarah panjang yang mewarnai wajah sepak bola nasional.
Namun, tak jarang fanatisme ini berubah jadi bumerang. Tragedi Kanjuruhan pada 2022 menjadi luka besar yang belum sepenuhnya sembuh. Lebih dari 130 jiwa melayang akibat kesalahan sistemik dalam pengamanan dan manajemen pertandingan.
Pasca-tragedi itu, PSSI dan pihak keamanan mulai menerapkan standar baru dalam pengelolaan pertandingan, termasuk penggunaan tiket elektronik dan pemisahan ketat antara suporter rival.
Pemain Muda dan Diaspora: Menjawab Tantangan Regenerasi
Satu langkah strategis PSSI yang layak diapresiasi adalah pemanfaatan pemain diaspora—anak-anak Indonesia yang lahir dan besar di luar negeri, namun tetap memiliki hak membela Merah Putih.
Nama-nama seperti:
-
Rafael Struick
-
Ivar Jenner
-
Elkan Baggott
…menambah kedalaman skuad timnas. Mereka membawa standar latihan dan mentalitas sepak bola Eropa, sekaligus menjadi inspirasi bagi pemain lokal.
Di sisi lain, akademi-akademi lokal mulai bermunculan. Garuda Select, Persija Development, hingga akademi milik klub-klub Liga 1 mulai menghasilkan talenta-talenta muda potensial.
Infrastruktur dan Dukungan Pemerintah
Pemerintah melalui Kemenpora dan Kementerian BUMN menunjukkan keseriusan dalam membenahi infrastruktur.
FIFA juga ikut andil, terutama setelah Indonesia sempat ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 (meskipun akhirnya batal). Hal ini memicu standar baru dalam pembangunan stadion dan manajemen pertandingan.
Media dan Peran Digitalisasi
Era digital membuka ruang baru bagi pertumbuhan sepak bola nasional. Media sosial menjadi sarana penting bagi klub dan pemain untuk membangun branding. Kanal YouTube klub, konten TikTok pemain muda, hingga analisis taktik via podcast—semuanya memperluas jangkauan sepak bola Indonesia.
Namun, di balik itu, hoaks dan ujaran kebencian kerap bermunculan di ruang digital. Ini menjadi tantangan tersendiri dalam menciptakan ekosistem sepak bola yang sehat.
Arah ke Depan: Asa Tak Boleh Padam
Sepak bola Indonesia tengah berada di persimpangan. Di satu sisi, asa itu menyala—dari performa timnas, meningkatnya profesionalisme klub, dan dukungan infrastruktur. Di sisi lain, tantangan klasik masih menghantui.
Namun jika semua elemen—PSSI, klub, pemerintah, suporter, dan media—bersatu dalam visi yang sama, maka cita-cita melihat Garuda terbang tinggi bukanlah mimpi.
Penutup
Sepak bola adalah bahasa universal. Di Indonesia, ia lebih dari sekadar olahraga; ia adalah identitas. Maka tugas kita semua menjaga agar kebangkitan ini bukan sekadar euforia sesaat, melainkan perjalanan panjang menuju kejayaan sejati.