
Jawa Tengah | Jawa Post – sebagai salah satu daerah strategis di Pulau Jawa, bukan hanya pusat pemerintahan masa kini, tetapi juga saksi bisu tumbuh dan jatuhnya berbagai kerajaan kuno. Wilayah ini menyimpan warisan budaya, spiritual, dan politik yang sangat kaya, dimulai dari abad ke-7 Masehi.
Kerajaan Kalingga: Awal Sejarah Politik Jawa Tengah
Jejak tertulis pertama tentang peradaban di Jawa Tengah dimulai dari Kerajaan Kalingga, sebuah kerajaan bercorak Buddha yang berdiri sekitar tahun 674 M di kawasan pesisir utara Jepara. Kalingga dipimpin oleh seorang tokoh wanita luar biasa bernama Ratu Sima, yang dikenal tegas dalam menegakkan hukum.
Dalam berbagai catatan sejarah, Ratu Sima adalah simbol pemerintahan yang adil dan berwibawa. Salah satu kisah paling terkenal tentangnya adalah saat ia menghukum anaknya sendiri karena melanggar hukum kerajaan, menunjukkan bahwa hukum berlaku tanpa pandang bulu.
Kalingga bukan hanya pusat kekuasaan, tetapi juga menjadi titik awal masuk dan berkembangnya ajaran Buddha Mahayana di Jawa Tengah. Menurut catatan Tiongkok dari pendeta I-Tsing yang mengunjungi nusantara, wilayah ini memiliki hubungan erat dengan kerajaan-kerajaan besar di Asia.
Prasasti Canggah dan Lahirnya Medang Kamulan
Masuk ke abad ke-8, Jawa Tengah kembali mencatatkan babak sejarah baru lewat Prasasti Canggah tahun 732 M. Dalam prasasti ini disebutkan adanya kerajaan Hindu pertama di Jawa Tengah bernama Medang Kamulan, yang didirikan oleh Raja Sanjaya dari Wangsa Sanjaya.
Kerajaan ini memiliki corak Hindu-Siwa dan berdiri berdampingan dengan kekuatan Buddha dari Wangsa Syailendra. Menariknya, dua wangsa besar ini sempat hidup berdampingan dalam satu wilayah namun berbeda keyakinan dan pusat kekuasaan. Hal ini menunjukkan bahwa pluralitas agama sudah dikenal sejak dini di tanah Jawa.
Wangsa Sanjaya vs Wangsa Syailendra: Perebutan Pengaruh
Wangsa Sanjaya dengan ibukotanya di wilayah utara Jawa Tengah (diyakini sekitar Sleman dan Magelang sekarang) dikenal sebagai pendukung utama ajaran Hindu-Siwa. Sementara itu, Wangsa Syailendra, yang diduga berasal dari luar nusantara, membangun kekuatan Buddha Mahayana yang kemudian mewujud dalam kemegahan Candi Borobudur.
Perebutan pengaruh antara dua wangsa ini tidak hanya terlihat dalam kekuasaan politik, tapi juga dalam peninggalan budaya dan arsitektur. Jika Wangsa Sanjaya mendirikan Candi Prambanan, maka Wangsa Syailendra menjawab dengan Borobudur—dua mahakarya yang kini menjadi ikon sejarah Jawa Tengah.
Abad Keemasan Arsitektur dan Sastra
Abad ke-8 hingga ke-10 Masehi menjadi masa keemasan budaya di Jawa Tengah. Ini terlihat dari berdirinya ratusan candi yang tersebar di wilayah seperti Muntilan, Magelang, dan Klaten.
Kegiatan sastra juga berkembang pesat. Kitab-kitab keagamaan seperti Sang Hyang Kamahayanikan dan berbagai prasasti dengan aksara Kawi menjadi saksi tingginya peradaban literasi pada masa itu.
Kemunduran & Perpindahan Pusat Kekuasaan
Setelah abad ke-10, aktivitas kerajaan di Jawa Tengah perlahan meredup. Banyak ahli sejarah percaya bahwa bencana alam, terutama letusan gunung Merapi, menyebabkan perpindahan pusat kekuasaan ke wilayah timur (Jawa Timur).
Kerajaan Medang Mataram akhirnya mengalami kemunduran dan pusat pemerintahan berpindah ke Daha dan kemudian Kediri. Meskipun begitu, pengaruh budaya Jawa Tengah tetap kuat. Bahasa, tradisi, hingga sistem kepercayaan dari era ini masih bisa dirasakan hingga kini.
Jawa Tengah Masa Islam: Kerajaan Demak sebagai Pelopor
Di abad ke-15, Jawa Tengah kembali mencuat dengan lahirnya Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Dipimpin oleh Raden Patah, Demak menjadi simbol Islamisasi yang damai melalui perdagangan dan dakwah Wali Songo.
Demak juga meneruskan tradisi pemerintahan raja-raja Hindu-Buddha terdahulu, lengkap dengan struktur keraton, abdi dalem, hingga sistem upacara kenegaraan yang khas.
Kesultanan Mataram Islam: Puncak Kekuasaan Jawa Tengah
Setelah Demak runtuh, kekuasaan Islam di Jawa Tengah beralih ke Mataram Islam, yang bermarkas di Kota Gede, Yogyakarta. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, wilayah kekuasaan Mataram bahkan sempat menyentuh sebagian besar Pulau Jawa.
Sultan Agung dikenal sebagai pemimpin visioner yang menyatukan tradisi Islam dan Jawa dalam satu sistem pemerintahan dan budaya yang harmonis. Sistem kalender Jawa-Islam yang digunakan hingga kini adalah hasil kreasinya.
Masa Kolonial dan Perlawanan Rakyat Jawa Tengah
Ketika Belanda mulai menanamkan kekuasaan di Jawa pada abad ke-17, wilayah Jawa Tengah tak tinggal diam. Perlawanan rakyat, terutama yang dipimpin oleh tokoh seperti Pangeran Diponegoro, menjadi tonggak perjuangan kemerdekaan dari bumi Mataram.
Perang Diponegoro (1825–1830) bukan hanya konflik bersenjata, tapi juga simbol perlawanan budaya dan spiritual terhadap penjajahan.
Jawa Tengah Hari Ini: Warisan Abadi Sejarah Panjang
Kini, Jawa Tengah adalah provinsi yang tidak hanya kuat secara administratif, tapi juga kaya secara historis. Kota-kota seperti Semarang, Solo, dan Magelang menjadi saksi hidup perjalanan panjang dari Kalingga hingga era modern.
Dengan warisan budaya seperti batik, gamelan, keris, dan tradisi keraton, Jawa Tengah adalah mozaik sejarah yang utuh dan masih hidup.