
Semarang (Jawapost.net) – Menjelang peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang bersama lembaga dan badan otonom NU menggelar ziarah ke makam para pendiri dan syuhada NU yang berjasa menanamkan nilai perjuangan serta keulamaan di Kota Semarang.
Ziarah dilaksanakan pada Kamis (16/10/2025) di kompleks makam Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, tepatnya di pusara KH Abdullah Sajad. Kegiatan tahlil dan doa dipimpin Rais Syuriyah PCNU Kota Semarang KH Hanief Ismail, Lc, dan dihadiri Rais Mustafadl Idaroh Aliyah (Pimpinan Pusat) JATMAN NU Drs KH Dzikron Abdullah, cucu KH Abdullah Sajad.
Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Semarang, Dr KH Anasom, menjelaskan bahwa ziarah tersebut menjadi bagian dari 15 rangkaian kegiatan dalam rangka HSN 2025. Menurutnya, kegiatan ini tidak sekadar mengenang jasa para ulama, tetapi juga meneguhkan semangat perjuangan dan keikhlasan mereka.
“Melalui ziarah ini, kami ingin meneladani keteguhan dan semangat juang para ulama terdahulu yang membesarkan NU dengan penuh keikhlasan. Dari pusara mereka, semangat santri terus menyala untuk bangsa dan agama,” ujarnya.
Ia menambahkan, KH Abdullah Sajad merupakan murid KH Sholeh Darat yang berdakwah di wilayah timur Semarang dan turut berperan dalam pergerakan awal Nahdlatul Ulama.
“Pada masa itu, para kiai di Semarang saling berbagi peran. KH Ridwan Mujahid, misalnya, menjalin komunikasi dengan para kiai di Surabaya hingga kemudian tercatat sebagai pendiri dan pengurus PBNU pertama. Jejak dakwah mereka kini menjadi napas perjuangan NU di Semarang,” imbuhnya.
Dalam suasana khusyuk, KH Dzikron Abdullah menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas perhatian PCNU Kota Semarang dan warga NU yang datang untuk berziarah dan mendoakan leluhurnya.
“Saya terharu. Terima kasih kepada PCNU Kota Semarang dan seluruh warga NU yang menziarahi makam simbah kami. Beliau berdakwah di masa penuh tantangan, menuntun masyarakat dari tradisi yang menyimpang menuju kemurnian aqidah. Tugas kita adalah melanjutkan perjuangan itu dengan cinta dan kesabaran,” tuturnya.
Lantunan doa dan tahlil bergema lembut di bawah langit sore Sendangguwo. Nama-nama ulama pendiri NU di Semarang disebut satu per satu, menghadirkan suasana haru dan penghormatan mendalam. Semangat perjuangan para kiai seolah hidup kembali, berpindah dari satu generasi ke generasi berikutnya, dari ruh ke ruh, menyalakan bara perjuangan yang tak pernah padam di hati para santri. (Shlh)
