Banjarnegara, Jawa Tengah|jawapost.net – Publik Banjarnegara kembali dihebohkan dengan kasus pemulangan  pasien di Rumah Sakit Islam (RSI) Banjarnegara. Kali ini, korbannya adalah Turwanti, warga Desa Danakerta, yang menderita hipertensi, diabetes melitus (DM), dan gangguan gerak pada kedua kakinya. Kondisi Turwanti yang lemah, disertai mual dan nyeri ulu hati, semakin memprihatinkan. Ironisnya, RSI Banjarnegara menolak memberikan perawatan inap dengan alasan kondisi Turwanti tidak termasuk kategori gawat darurat.

Perjalanan panjang dan melelahkan Turwanti untuk mendapatkan perawatan medis bermula dari Penolakan Puskesmas Punggelan 1 di karenakan kamar penuh. Ia kemudian dirujuk ke RSI Banjarnegara disana di anjurkan untuk rawat jalan saja karena di vonis tidak ada kedaruratan.

Kemudian oleh relawan yayasan Bumi sehat Banjarnegara di bawa ke Puskesmas Wanadadi 1. Di Puskesmas Wanadadi 1, setelah berkonsultasi dengan dokter, perawat menyimpulkan bahwa Turwanti membutuhkan perawatan rumah sakit dengan dokter spesialis, mengingat riwayat penyakit kronis dan kondisi fisiknya yang memburuk sejak Februari 2025.

Upaya mendapatkan perawatan di PKU Muhammadiyah juga gagal karena keterbatasan tempat tidur. Setelah melalui proses panjang dan melelahkan, Turwanti akhirnya diterima di RSUD Hj. Lesmanah Banjarnegara. Kasus ini kembali menyoroti sulitnya akses perawatan kesehatan memadai di Banjarnegara, khususnya bagi pasien dengan kondisi medis kompleks.

Kejadian ini bukanlah yang pertama kali. RSI Banjarnegara telah beberapa kali menuai kritik karena menolak atau memulangkan pasien dengan alasan serupa. Sikap ini dinilai tidak manusiawi dan mencerminkan rendahnya kualitas pelayanan serta kurangnya empati terhadap penderitaan pasien.

Nursoleh, relawan Yayasan Bumi Sehat Banjarnegara dan awak media Wartaindonesianews.co.id, yang mendampingi Turwanti, telah menghubungi pihak RSI Banjarnegara melalui WhatsApp. Meskipun pihak RSI berjanji untuk mengevaluasi manajemen IGD, kejadian serupa dikhawatirkan akan terulang. Terkesan RSI Banjarnegara hanya menerima pasien dalam kondisi sangat kritis, mengabaikan pasien yang membutuhkan perawatan intensif meskipun belum dalam kondisi gawat darurat.

Baca Juga:  Polres Purbalingga Ungkap Kasus Penganiayaan di Kemangkon, Pelaku Masih Dirawat di Rumah Sakit

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa RSI Banjarnegara menolak pasien seperti Turwanti? Apakah standar pelayanan terlalu tinggi, atau ada masalah lain yang lebih mendasar? Kasus ini mendesak pemerintah daerah dan pihak terkait untuk segera menginvestigasi pelayanan kesehatan di RSI Banjarnegara dan memastikan kejadian serupa tidak terulang. Ketersediaan tempat tidur dan pelayanan yang manusiawi harus diprioritaskan. Kesehatan masyarakat Banjarnegara tidak boleh dipertaruhkan. Tindakan tegas diperlukan untuk memperbaiki sistem kesehatan agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang layak dan bermartabat.