
Purworejo – JawaPost.net— Seorang anak perempuan di Purworejo, Jawa Tengah, sebut saja SB, menjadi korban dugaan persetubuhan oleh orang yang ia kenal dekat. Peristiwa memilukan ini belum mendapatkan perhatian luas, meski laporan resmi telah masuk ke Polres Purworejo sejak Juni 2025.
Kasus ini terungkap setelah sang kakak, Ayub Lutfi Al Thoriq, menerima sebuah foto pada malam Senin, 19 Mei 2025. Foto tersebut memperlihatkan SB dalam kondisi tak pantas. Merasa dunia runtuh, Ayub langsung menanyakan kepada adiknya, dan SB akhirnya mengakui bahwa ia telah menjadi korban kekerasan seksual sejak Maret 2024 hingga April 2025.

SB menyebut, hubungan itu berlangsung berulang kali, bahkan ia dipaksa menjalani situasi yang menyerupai hubungan suami istri dengan pelaku berinisial ERP.
Ayub sempat mengonfrontasi pelaku secara langsung. Namun ERP membantah dan hanya meminta agar masalah ini tidak diperpanjang. Tidak terima dengan sikap tersebut, Ayub akhirnya mengambil langkah hukum.
Pada 18 Juni 2025, ia resmi melaporkan kasus ini ke Polres Purworejo, dengan nomor laporan STTLP/22/VI/2025/SPKT/POLRES PURWOREJO/POLDA JATENG.
Sayangnya, laporan tersebut hingga saat ini belum banyak mendapat sorotan media maupun perhatian publik. Padahal kasus ini menyangkut keselamatan dan masa depan seorang anak di bawah umur.
Tim dari empat media, termasuk JawaPost.net, telah mengonfirmasi langsung ke Mapolres Purworejo pada 5 Agustus 2025. Pihak Satreskrim membenarkan adanya laporan dan menyatakan bahwa kasus masih dalam penanganan. Namun untuk informasi lebih lanjut, awak media diarahkan ke Kasat Reskrim yang saat itu tidak berada di tempat.
Tim kami juga menghubungi pihak keluarga korban. Saat ditanya soal perkembangan kasus, mereka hanya menjawab singkat, “Masih ditangani polisi. Kami hanya ingin keadilan.”
Kasus ini menjadi pengingat bahwa masih banyak suara korban kekerasan seksual yang belum terdengar lantang. SB bukan sekadar nama dalam laporan polisi. Ia adalah simbol anak-anak Indonesia yang membutuhkan perlindungan nyata dari negara, bukan janji dan formalitas belaka.
Kini yang menjadi pertanyaan, apakah hukum akan benar-benar berpihak pada korban? Atau SB akan menjadi satu dari sekian banyak kasus yang menguap begitu saja?
